Senyum Karyamin - Ahmad Tohari

Ahmad Tohari (1989), Senyum Karyamin: Kumpulan Cerpen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mengambil kata-kata Supardi Djoko Damono bahwa sastra adalah dunia penuh lambang. Maka Ahmad Tohari telah menjelma menjadi dalang dari pewayangan kisah-kisahnya yang khas. Konflik yang sering diambil berasal dari hal yang sederhana dan menjadi maklum bagi masyarakat kalangan bawah. Hal ini senada juga yang disampaikan oleh para kritikus-kritikus sastra seperti HB. Jassin, Supardi Djoko Darmono dan lain-lain. Ahmad Tohari membawa pembaca untuk masuk kedalam drama orang-orang miskin-pinggiran dan memantik kita untuk mengasihaninya sekaligus mentertawakannya. Ha ha ha. Selamat membaca.

Dikisahkan karyamin adalah seorang kuli pengangkat batu. Dia mencari batu-batu sungai dan membawanya ke pangkalan material diatas tanggul. Jalan yang licin karena tetasan air celana yang basah, Karyamin sudah dua kali terjatuh. Setiap kali jatuh, Karyamin harus mengulang dari bawah sungai. Legak tawa kawan-kawannya seringkali terdengar. Karyamin tersenyum.

Bu Saidah, penjual nasi pecel, selalu menanyakan apakah Karyamin sudah makan. Karyamin hanya tersenyum dan enggan untuk berhutang lagi ke bu Saidah. Tengkulak batu memang belum membayar gaji ke Karyamin. Walaupun demikian, Bu Saidah selalu baik hati memberi nasi pecelnya kepada Karyamin kalau dia sedang tak punya uang. 

Karyamin memang selalu tersenyum, walaupun dia miskin. Waktu itu Karyamin pulang cepat. Ketika hampir sampai dihalaman rumahnya, terlihat ada dua sepeda jengki parkir. Karyamin tau bahwa penagih bank datang. Karyamin tau bahwa Istrinya tidak mampu membayar untuk hari besok, lusa ataupun kapan. Pelan-pelan, Karyamin balik badan dan menjauhi rumahnya sendiri. 

Ketika hendak pergi, terlihat seseorang dengan kopiah kemerahan menemui Karyamin. Pak Pamong  lega bertemu Karyamin. Pak Pamong meliat Karyamin selalu kabur kalau hendak ditemui.  

“Min, hanya kamu yang belum setor uang dana Afrika, dana itu untuk menolong orang-orang kelaparan disana”.

Karyamin tersenyum. 

Pak Pamong merasa terhina. “Kok kamu senyum-senyum, Min?” 

Kali ini, Karyamin tidak tersenyum, melainkan tertawa keras. Ha ha ha. 

Karyamin kabur, Pak Pamong berusaha menahannya. Sayang. Gagal.


Pakem, 28 September 2022

Pukul 13.31 WIB


Posting Komentar

0 Komentar