Salah Asuhan by Abdoel Moeis


Salah Asuhan

Novel klasik karya Abdul Moeis ini bercerita tentang seorang laki-laki pribumi yang mencintai perempuan keturunan indo-eropa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini, tentang budaya, adat, pendidikan, hingga nilai-nilai universal dalam kehidupan. 

Dikisahkan, Hanafi adalah seorang pelajar dari Solok, Minangkabau yang merantau ke Batavia. Ia disekolahkan oleh Ibunya di HBS (Hogere Burgerschool).  Tak sempat lulus, ia kemudian bekerja menjadi juru tulis di kantor Asisten Resisden Solok.

Hanafi sangat dekat dengan Corrie, perempuan kebangsaan indo-eropa. Ayahnya adalah warga negara Perancis sedangkan ibunya asli pribumi. Walaupun demikian, wajah Corrie tetap mirip seperti orang eropa pada umumnya. 

Hanafi dan Corrie saling jatuh cinta, namun keluarganya saling menentangnya. Ayah Corrie sangat melarang anaknya menikah dengan pribumi. Sedangkan Ibu Hanafi sudah menyiapkan calon istri untuknya. Keduanya dikekang oleh budaya masing-masing. 

Hubungan Hanafi dan Ibunya memang menjadi renggang, setelah Hanafi pulang dari Batavia. Pergaulan Hanafi dengan orang-orang eropa membuat ia lupa terhadap budaya leluhurnya. Ia memanggap bahwa budaya timur sangat kolot dan tidak sesuai perkembangan zaman.

Singkat cerita, Corrie memutuskan untuk tidak lagi menghubungi Hanafi. Surat terakhirnya mengatakan bahwa Corrie akan mengikuti ayahnya pindah ke Batavia. Hanafi tak bisa berbuat apa-apa.   

Hanafi Dijodohkan

Hanafi bertengkar dengan ibunya tentang perjodohan dirinya. Ibunya memanggap bahwa Hanafi harus menikahi putri Sutan Batuan, karena berkat jasanya Hanafi bisa sekolah di Batavia. Hanafi menolak, karena ia masih mencintai Corrie. Namun apalah daya, pernikahan tetap dilaksanakan.

Pada hari pernikahan, Hanafi menolak mengenakkan baju khas Minangkabau. Menurutnya pakaian  adat itu seperti baju komedi. Pernikahan hampir batal gara-gara ini. Akhirnya, Hanafi diperbolehkan memakai Jas hitam, namun tetap memakai penutup kepala khas Minang. 

Setelah menikah, Hanafi hidup bersama istri dan Ibunya. Ia dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Syafei. 

Hanafi masih menganggap bahwa pernikahannya adalah karena terpaksa. Karena itu, ia tidak begitu mempedulikan istri dan anaknya, bahkan tidak menghargainya. Hanafi terus menyalahkan istrinya jika ada masalah. Namun Rapiah, istri Hanafi selalu bersabar. Ibunya sampai tidak sanggup lagi untuk menegurnya. Hanafi sudah buta hatinya, seperti menjadi anak yang durhaka.

Bertemu di Batavia

Hanafi pergi ke Batavia tanpa sepengetahuan Ibu dan Istrinya. Hanafi memutuskan untuk pindah tempat kerja. 

Di Batavia, Hanafi kemudian bertemu dengan Corrie kembali. Mereka berdua bernostalgia dengan berkeliling kota bersama. Perasaan keduanya memang tidak pernah berubah. 

Hanafi kemudian menuliskan surat kepada Ibunya di Solok. Ia memutuskan untuk bercerai dengan Rapiah. Ibu Hanafi sangat sedih. Ia benar-benar telah kehilangan putranya. Rapiah diajak oleh mertuanya untuk tetap tinggal bersamanya.

Suami-Istri

Surat Besluit pemerintah Belanda memutuskan bahwa Hanafi telah diakui menjadi orang eropa. Ia mempunyai hak yang sama seperti golongan eropa pada umumnya. Hal ini Hanafi lakukan demi menikahi Corrie.

Corrie bimbang. Ia terbayang akan wasiat ayahnya agar dirinya tidak menikah dengan pribumi. Singkat cerita, Corrie akhirnya menerima lamaran Hanafi. Mereka pun menikah, walaupun dengan cara sederhana.

Setelah menikah, Corrie merasa teman-temannya menjauhinya, begitu juga teman-teman kantor Hanafi. Mereka sebenarnya tidak suka dengan status pernikahan Hanafi dan Corrie. 

Dari sinilah, sifat Corrie mulai berubah. Corrie mulai sering marah. Begitu juga Hanafi, ia menuduh Corrie telah selingkuh. Corrie akhirnya pergi meninggalkan rumah. Hanafi sadar bahwa ia telah berbuat salah kepada istrinya. Hanafi kemudian mulai mencari istrinya.

Setelah beberapa waktu, Corrie akhirnya diketahui berada di Semarang. Hanafi datang untuk menjemputnya. Akan tetapi, Corrie telah sakit parah. Ia terkena penyakit kolera. Corrie pun meninggal.

Sepeninggal Corrie

Hanafi terus dijauhi oleh teman-teman di kantornya. Ia ditolak menjadi golongan eropa. Begitu juga untuk kembali menjadi pribumi, Hanafi sudah tidak bisa. Pada akhirnya, ia pun kembali ke kampung halamannya di Solok.

Hanafi mencari rumah Ibunya yang dulu ia tinggalkan. Disanalah ia melihat anaknya sudah besar. Namun, Rapiah melarang anaknya untuk mendekati Hanafi. 

Ibu Hanafi masih ingat wajah anaknya. Hanafi berharap masih diterima oleh Ibu dan Istrinya. Namun, Istrinya bergeming. Rapiah kemudian pergi ke rumah pamannya di Bukittinggi. 

Hanafi merasa sangat bersalah. Ia kemudian jatuh sakit. Dokter bilang bahwa Hanafi telah meminum sublimat. Racun yang sangat mematikan. 

“Ibu.. Ampuni aku.. Mohon jaga anakku Syafei”, ucap Hanafi.

“Sudah lama engkau kumaafkan. Untuk Syafei, tidak usah kau khuwatirkan. Ucaplah nama Tuhan dan Rasulmu, nak”, Ibu Hanafi berkata.

“Laaillaha Illallah. Muhammad Rasulullah”.\
Hanafi menghembuskan nafas terakhirnya.  

Ditulis oleh 
Akhmad Fakhrurroji
Yogyakarta, 4 Juli 2020
Pukul 21.34 WIB

Buku : Abdoel Moeis (2011), "Salah Asuhan", Penyandur Lian Kagura, Jakarta: Balai Pustaka. 

Posting Komentar

0 Komentar